Halo Sobat Klinikmandiri yang saya banggakan, berjumpa lagi bersama saya, kali ini saya ingin bercerita mengenai kepuasan pelanggan.
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kualitas jasa/produk dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan ini akan puas jika harapannya terpenuhi atau terlampaui. Apa yang membuat pelanggan puas?
1.Kualitas produk.
2.Harga
3.Kualitas Pelayanan
4.Faktor Emosional
5.Kemudahan.
Untuk pelayanan jasa pemicu dari pelanggan puas adalah kualitas pelayanan.
Ada 5 dimensi dari kualitas pelayanan
1.Tangibles atau tampakan dari fisik
2.Realiability atau kemampuan untuk melaksanakan dan memenuhi layanan yg dijanjikan 3.Responsiveness atau kemampuan dan kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layananan yg tepat
4.Assurance atau pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan informasi dgn percaya diri
5.Empati atau perhatian dan pelayananan yg diberikan kepada pelanggan.
Dari 5 dimensi itu apa yang terpenting?
Dahulu sebelum pelanggan menjadi emosional reliability dianggap penting, sekarang pelanggan menjadi emosional dan yang dianggap penting adalah empati.
Menurut Daniel Goleman empati adalah salah satu kemampuan paling penting dari kecerdasan emosional seseorang. Menurutnya orang tidak hanya cukup mengetahui dan memahami emosinya, mengelola emosinya,memotivasi dirinya,lebih dari itu ia juga harus bisa mengetahui, merasakan emosi dan perasaan orang lain. Kemampuan yang terahkir ini yang disebut empati.
Menurut Hendrie Weisinger emosi dapat dibagi menjadi empat komponen.
1.Pikiran kita atau penilaian kognitif
2.Perubahan fisiologis atau dorongan tindakan
3.Perilaku atau kecenderungan berperilaku.
4.Hati nurani ( Konteks Emosional )
Hati nurani adalah komponen yang seharusnya menjadi dasar komponen emosi tersebut. Hati nurani yang baik akan mengantar pada niat baik yang mendasari tiap tindakan. Niat baik inilah yang seharusnya mengarahkan pikiran hingga bermuara pada perilaku yang kita tampilkan.
A.Mengelola Pikiran
Pertama yang harus disadari bahwa dalam mengelola pikiran adalah sesuatu yang kita kelola itu sesuatu yang ada didalam diri kita bukan yang diluar diri kita. Semisal contoh si Antok marah-marah karena merasa dikecewakan temannya. Jadi seakan-akan teman si Antoklah yang membuatnya marah. Apakah si Antok menjadi marah karena temannya? Jawabannya mestinya tidak. Si Antok marah-marah karena dia sendiri,bukan karena temannya. Si Antok menjadi marah karena emosinya diganggu oleh ulah temannya dan dia tidak mampu mengendalikan emosinya.
Bisa saja temannya mengecewakan dia, tetapi siAntok tidak harus menanggapinya dengan marah-marah walaupun si Antok boleh saja kesal.Rasa kesal adalah normal dan wajar, tidak harus dihilangkan namun harus dikendalikan agar tidak menimbulkan atau muncul dalam perilaku yang justru merugikan.
Seseorang akan mengalami kesulitan ,atau tidak pernah berhasil mengelola emosinya bila terjadi gangguan organis pada otak atau tubuhnya seperti gila, sakit kolik,sakit hebat dll.
Secara praktis mengelola pikiran adalah mengelola pikiran yang muncul secara spontan. Pikiran ini muncul sebagai reaksi atas apa yang kita hadapi atau yang terkena pada kita dan terjadi tanpa sadar. Semisal atasan kita memarahi kita karena kita disalahkan atas sesuatu yang sebenarnya bukan murni kesalahan kita sendiri,biasanya pikiran kita langsung menanggapinya dengan misalnya memaki,menjawab sambil bersiap untuk menyerangnya kembali dll.
Pikiran ini muncul secara spontan sebagai reaksi atas perilaku atasan kepada kita.Pada kenyataannya bisa terjadi tanpa kendali,apa jadinya kalo pikiran-pikiran spontan/otomatis itu keluar sebagai kata-kata balasan yang keras karena emosi kita sedang naik.Kemungkinan dampak negatif yang terjadi masih lebih besar daripada dampak positifnya. Lain halnya jika kita mampu mengelola pikiran, yaitu mengelola pikiran spontan tersebut, kita akan mampu memberikan jawaban yang baik dan menyelesaikannya secara jernih. Ingat emosi kita naik bukan karena atasan yang marah-marah tetapi karena kita tidak dapat mengelola emosi kita dengan baik.Emosi kita ada pada dalam diri kita bukan pada orang lain.
Pikiran spontan/otomatis memiliki ciri-ciri
1.Cenderung tidak rasional.
Karena bersifat spontan maka belum tersensor.Kita tidak mampu lagi untuk mempertimbangkan dengan akal sehat.Bila hal ini terjadi secara terus menerus pikiran otomatis ini akan membawa kita terjebak dalam pikiran stereotipe (menyamaratakan sesuuatu atau seseorang bersifat negatif) semisal dia memang malas, dia memang tidak suka kepada saya dll.
2.Kita biasanya menyakininya.
Karena pikiran otomatis ini muncul begitu cepatnya kita sering kali tidak pernah mengkaji benar/tidak nya. Kita begitu yakin bahwa pikiran itu benar dan menganggap untuk apa dikaji lagi akan kebenarannya
3.Biasanya tidak jelas.
Karena otomatis, pikiran yang muncul sering tidak jelas bagi kita sendiri bila kita kaji.Seperti kesimpulan yang muncul begitu saja sebagai reaksi emosional yang negatif misalnya bodoh sekali, dia penipu, dia tidak jujur dll. Seandainya kita berpikir secara tenang dan dikaji lebih jauh, sering kita menemukan tidak ada alasan kuat atas kesimpulan tersebut.Tentunya pengkajiannya harus jujur.
4.Cenderung memicu pikiran otomatis lainnya.
Biasanya pikiran spontan ini ditindaklanjuti dengan pikiran spontan lainnya yang saling menunjang satu sama lain dan membuat pikiran otomatis ini semakin kuat.
5. Dapat merusak cara pikir.
Jika selalu berpikir jelek terus/pesimis akan merusak mind set /pola pikir jangka panjang.
Cara menghindari terjadinya proses pikiran otomatis/spontan antara lain..
1.Jangan terlalu menyamaratakan Jangan mengaitkan salah satu perilaku seseorang dalam suatu kasus dengan menganggap sebagai ciri-ciri orang tersebut. Semisal “dia selalu terlambat”, kita samaratakan bahwa dia terlambat terus. Memang dia sering terlambat tetapi tidak selalu terlambat,ada saat dia tidak terlambat.
2.Hindari menberikan cap yg merusak. Kadang-kadang seseorang melakukan kesalahan dan sering kita memberikan ciri-ciri orang itu seperti perilaku nya saat itu, misal dia ceroboh, dia bodoh dll.Padahal yang dilakukan hanya suatu perilaku yang terjadi pada kasus ini saja, bukan menggambarkan ciri-cirinya.
3.Hindari membaca pikiran orang. Yang paling tahu mengenai latar belakang, maksud ataupun motif dari tindakan atau perilaku seseorang adalah orang itu sendiri. Anda boleh menduga tapi tidak boleh memastikan bahwa dugaan anda tersebut pasti benar. Menduga artinya mengira-ngira, menggambarkan sesuatu yang belum pasti. Jika menduga yang mengarah menjadi prasangka negatif akan mengantar kita pada perilaku yang tidak adil. Kita akan memberikan penilaian atas sesuatu yang sebenarnya kita tidak yakin kebenarannya. Berprasangka negatif akan mengganggu keseimbangan emosi kita dan menambah beban kerja otak untuk sesuatu yang tidak perlu.
4.Jangan membuat aturan bagaimana orang lain seharusnya. Ungkapan seperti “seharusnya dia yang meminta maaf kepada kami”,”Wajar dia anak yang dibesarkan oleh orang kaya” dll.Cara berpikir seperti tersebut akan membuat kita tidak pernah mampu memahami atau mengerti orang lain. Kita berpendapat bahwa orang lain yang harus mengerti kita. Ini akan berdampak kita tidak akan pernah mau dan mampu belajar atau menarik pelajaran dari orang lain. Dengan menyadari bahwa setiap orang berbeda dan masing-masing juga memiliki aturan serta keinginannya masing-masing, kita akan lebih akomodatif dalam pergaulan. Kita perlu sadari bahwa tidak ada orang lain yang mampu berperilaku paling sesuai dengan apa yang kita harapkan kecuali diri kita sendiri.
5.Jangan membesar-besarkan masalah. “Bila uang itu tidak ditemukan,berarti kiamat bagi kita”. Ungkapan ini membuat panik dan menambah beban emosi yang tidak perlu sehingga kita tidak dapat berpikir jernih,dan suasana tidak menyenangkan.Coba tenangkan,kalau uang itu tidak ditemukan seberapa besar celakanya/kiamatnya,apakah tidak ada alternatif lainnya. Dengan mengembangkan pola pikir tenang kita akan menjadi selalu optimis dan tidak mudah putus asa.
B.Mengelola perubahan Fisiologis
Orang yang sedang marah akan terjadi perubahan fisiologis seperti mata merah, melotot,nafas cepat, degup jantung tidak teratur dan berdebar-debar, muka memerah. Dengan mengetahui dan memahami secara cepat terjadinya proses perubahan fisiologis pada diri kita, berarti kita menberikan kesempatan pada diri sendiri untuk segera mengelolanya sesuai kebutuhan.
Perlu diingat bahwa mencegah rasa marah yang akan muncul dengan segera mengendalikan emosi jauh lebih mudah daripada menghentikan emosi marah bila telah terjadi. Banyak tehnik untuk mengelola emosi marah ini dengan relaksasi. Relaksasi membantu kita untuk menurunkan kecepatan jantung menompa darah,sehingga laju darah keotak dapat terkontrol.
Cara relaksasi bisa dengan menarik nafas dalam dan perlahan,sehingga nafas kembali normal.Ini mempengaruhi otak emosional dan otak rasional kita menjadi seimbang, sehingga bisa berpikir secara lebih rasional. Selain relaksasi kita dapat menggunakan humor untuk mengelola emosi negatif, tertawa sebagai produk dari humor mampu menstimuli untuk memproduksi endorphines diotak.
Jika Endorphines meningkat akan menurunkan persepsi rasa sakit baik fisik maupun emosional.
Setelah kita dapat mengetahui dan memahami emosi, mengelola emosi, memotivasi diri maka baru dapat mengetahui, merasakan emosi dan perasaan orang lain.
Inilah dasar dari empati, memang tidak setiap orang mampu berempati, tetapi empati dapat dilatih sehingga dapat mencapai kepekaan terhadap setiap gerak tubuh atau ekspresi muka orang lain.